Translate

Etika Dalam Bermedia Sosial Part 1

Etika dalam bermedia sosial ~ Landasan firman Tuhan untuk tema tersebut diambil dari kitab Yesaya 32:7-8. Penulis kitab Yesaya menulis: “Kalau penipu, akal-akalnya adalah jahat, ia merancang perbuatan-perbuatan keji untuk mencelakakan orang sengsara dengan perkataan dusta, sekalipun orang miskin itu membela haknya. Tetapi orang yang berbudi luhur merancang hal-hal yang luhur, dan ia selalu bertindak demikian”.

Orang percaya dan media sosial
Orang yang berbudi luhur akan selalu menampakkan kebiasaan, sikap, kata, perilaku dan tindakan yang berbudi luhur. Batu uji bagi kebiasaan orang yang berbudi luhur adalah antara lain:

1) Sikap yang benar. Dalam pemanfaatan apa saja untuk melakukan apa saja, khususnya HP, setiap orang harus bertanya, apakah ini benar atau menipu (hoax). Sebagai contoh dalam menyebarkan informasi, Anda harus terus bertanya, apakah ini benar?

Hal ini ada hubungannya dengan “kebiasaan banyak bicara, suka monopoli pembicaraan, suka mendominasi, suka memutarbalikan kebenaran”, yang nampak pada sikap dan kebiasaan keseringan menyebarkan berita dalam bentuk apapun. Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa, “jika sesuatu itu benar, maka pasti baik dan pasti bermanfaat” (Lihat: Amsal 5:18; 13:6; 6:12; 15:4,7).


2) Sikap yang baik. Sikap yang baik, menjelaskan tentang kata dan tindakan yang menggambarkan adanya kebaikan yang berkeadilan. Kebaikan yang berkeadilan ini berhubungan dengan sikap terhadap sesama, yang mempertanyakan, “Apakah sikap, kata dan tindakan ini baik yang adil bagi diri dan sesama?” Sebagai contoh, “Jika suatu berita atau tindakan dianggap baik, itu harus benar dan bermanfaat”. Dengan demikian, orang yang terlampau banyak bicara/ menyebarkan berita, walaupun dianggap benar, harus diuji silang dengan pertanyaan apakah ini baik, benar dan bermanfaat?

3) Sikap yang membawa manfaat. Seringkali seseorang mengganggap sesuatu itu benar, baik dan bermanfaat bagi dirinya, tetapi pertanyaannya ialah, “apakah itu bermanfaat benar dan baik bagi orang lain?” Bukankah orang cenderung tidak akan membaca atau tidak mengubris berita yang kebanyakan dijejali? Alasannya ialah, “setidaknya tidak ada waktu untuk membaca semua, tidak ada kesempatan mempelajari semua secara detail, dan ini tidak bermanfaat”.

Orang percaya dan hand phone
HP adalah jiwa saya dan jiwa Anda. Karena itu, jika Anda berbudi luhur, maka Anda akan terbiasa besikap, berkata dan bertindak benar, baik dan membawa manfaat.
Dengan demikian, sembari menjaga hati (Amsal 4:23; 13:6; 15:23b), kita harus selalu menyadarkan diri bahwa, “Hati orang bijak menjadikan mulutnya berakal budi, dan menjadikan bibirnya lebih dapat meyakinkan” (Amsal 16:23).

Kita juga harus bermawas hati untuk belajar “biasa bersikap benar, baik dan bermanfaat”, yang nampak dalam tindakan berikut:
1) Jangan menjejali penyampaian berita tanpa bertanya, apakah ini benar, baik dan bermanfaat, karena Anda dapat digolongkan sebagai “hoaxer”.

2) Jangan menjejali penyebaran berita dalam jumlah banyak atau jumlah berlebihan pada satu kesempatan, sekalipun Anda menganggapnya benar, baik dan bermanfaat. Alasannya ialah karena Anda akan terlihat egois, suka mendominasi, dan merampas hak orang lain untuk menikmati kehidupannya dengan patut. Perlulah disadari bahwa adalah tidak bermanfaat jika Anda menyebarkan berita, tetapi orang lain tidak membacanya bahkan menghapus secara serta merta, karena berbagai alasan.

3) Belajarlah untuk menghargai pendapat orang lain dengan membaca dan memberi “tanda terimakasih” atas kebaikan dia yang sudah berbagi. Jika Anda tidak melakukannya maka Anda terlihat cenderung sombong, suka menggurui dan merasa pintar sendiri, merasa serba tahu, dan mengganggap orang lain sebagai tidak lebih dari Anda, tidak tahu apa-apa. Apa alasannya? Karena, “Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak” (Amsal 12:15).

Post a Comment for "Etika Dalam Bermedia Sosial Part 1"